Selasa, 14 September 2010

PENGENALAN TEKNOLOGI BIOGAS

PEMBAHASAN
1. Teknologi Biogas
Teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses fermentasi dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan sehingga dihasilkan gas methan.

2. Prinsip teknologi biogas
Memanfaatkan proses fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan sehingga dihasilkan gas methan. Gas methan adalah gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas methan yang dihasilkan kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas.
Tabel 1. Komponen Biogas

Jenis Gas . Jumlah (%)

Methan (CH4). 54 – 70%
Karbon dioksida (CO2). 27 – 45%
Nitrogen (N) . 0,5 – 3%
Karbon monoksida (CO). 0,1%
Oksigen (O2) . 0,1%
Hidrogen sulfida (H2S) . Sedikit sekali

C. Manfaat Penggunaan Biogas
Mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan minyak yang jumlahnya terbatas.
Mengurangi penebangan kayu sehingga kelestarian hutan lebih terjaga.
Mengurangi pencemaran lingkungan.
Buangan (sludge) dari alat penghasil biogas dapat digunakan sebagai pupuk yang baik..

C. Prospek Pengembangan Teknologi Biogas
Reaktor biogas bukanlah teknologi baru.
Sejak tahun 1970 an, Denmark telah melakukan riset, pengembangan, dan aplikasi teknologi ini. Mereka tercatat memiliki 20 instalasi pengolahan biogas tersentralisasi (centralized plant) dan 35 instalasi farming plant.
China juga telah membangun 7 juta unit reaktor biogas pada tahun 1980 an.
India juga mencanangkan tak kurang dari 400.000 reaktor biogas pada kurun waktu yang sama.

Sampai tahun ini jumlah instalasi biogas di China sudah lebih dari 1,3 juta unit dan di India sekitar 1 juta unit dan telah terbukti mampu mengurangi biaya dan menciptakan kemandirian rumah tangga di pedesaan serta mengurangi beban lingkungan hidup di kedua negara tersebut.

“Kondisi alam kedua negara tersebut (Cina & India) tidak lebih baik dari Indonesia, baik untuk ketersediaan sumber biomassa maupun iklim yang mendukung reaksi pembentukan biogas”

Negara berkembang lainnya, seperti Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit gas bio dengan prinsip yang sama.

“Dari lamanya pengembangan dan aplikasi teknologi biogas di dunia, dapat dikatakan bahwa teknologi ini sudah cukup mapan dan terbukti dapat memproduksi energi non BBM yang sekaligus ramah lingkungan”

Sektor peternakan di Indonesia pada umumnya terkonsentrasi di daerah pedesaan.
Mata pencaharian masyarakat desa pada umumnya adalah petani dan peternak.

“Oleh karena itu SDA di daerah pedesaan sangat mendukung untuk pengembangan pertanian dan peternakan”


“Dengan demikian pemanfaatan biogas sangat potensial terutama di daerah pedesaan”
PENUTUP
Kesimpulan
Pengembangan teknologi biogas akan memberikan efek multiplier.
Teknologi biogas sangat potensial dikembangkan khususnya di daerah pedesaan.
Pengembangan teknologi biogas memiliki prospek yang sangat cerah.

Sabtu, 03 Juli 2010

Manejemen Ternak Unggas

(Evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicke

A. ANJAR WAWO

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, 90245.

Abstrak
Praktikum tentang pemuasaan berselang pada ayam pedaging (ayam broiler) bertujuan untuk mencegah banyaknya kematian yang terjadi pada ayam terutama pada fase finisher akibat penimbunan perlemakan sehingga menyebabkan kelainan pada kaki akibat berat badan yang terus bertambah dan juga menyebabkan stress karena panas metabolisme yang berlebihan dari konsumsi pakan yang ad libitum (tidak terbatas). Pada program ini dilakukan pada 200 ekor ayam ras pedaging strain Cobb Sr 707 selama 12 jam per hari dengan interval 2 hari pada periode yang berbeda, kelompok A pada hari 12, 14, dan 16 dan perlakuan B pada hari ke 22, 24, dan 26 dengan parameter yang diukur adalah konsumsi pakan, peratambahan berat badan, berat badan awal, dan konversi pakan. Berdasarkan praktikum yang dilakukan mengenai evaluasi program pemuasaan berselang pada ayam pedaging (evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken) data ditarik kesimpulan bahwa perlakuan B dapat dijadikan pemuasaan/pembatasan pakan yang baik dibandingkan perlakuan A. Perlakuan B ini juga sangat bagus diterapkan di Indonesia yang memiliki daerah yang tropis.

Kata kunci: Pemuasaan berselang, produktifitas, ayam pedaging, Cobb

PENDAHULUAN
Pembatasan pakan dapat mencegah penimbunan lemak yang berlebihan pada ayam pedaging serta mencegah kelainan pada kaki akibat berat badan yang tinggi. Kini masalahnya adalah negara kita memiliki suhu temperatur yang tidak teratur dan merupakan daerah tropis yang memiliki suhu yang cukup tinggi untuk proses pemeliharaan ayam pedagingyang. Dimana suhu yang tinggi tersebut dapat menyebabkan stress bagi ayam yang dipelihara oleh peternak. Akibatnya target bobot badan yang ingin dicapai tidak dapat terpenuhi. Disamping itu suhu yang terlalu tinggi tersebut dapat pula menyebabkan ayam menjadi panting dan bahkan dapat mengakibatkan terjadinya kematian yang mendadak akibat suhu lingkungan yang terlalu panas. Kejadian ini dikenal dengan istilah Suddent Deadh Sindrom. Pemberian pakan dengan pola demikian akan membuat ayam makan setiap saat tanpa pernah mengalami lapar, sehingga pertumbuhan dan kandungan lemak dagingnya sangat tinggi. Pola pakan tersebut di atas sampai saat ini masih dipertahankan karena peternak selalu mengejar pertumbuhan cepat dengan waktu panen pendek dan berat badan tinggi tanpa mempedulikan kualitas daging yang dihasilkan. Pembatasan pakan dapat dilakukan dengan jalan pembatasan waktu dan jumlah pakan yang diberikan. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga praktikum mengenai Evaluasi Program Pemuasaan Berselang Pada Ayam Pedaging dilakukan.

MATERI DAN METODE
Sebanyak 200 ekor ayam ras pedaging strain Cobb SR 707 umur sehari berkelamin campuran dipelihara selama 7 hari dalam brooder guard (induk buatan), ayam kemudian dipindahkan kedalam 4 buah kandang kelompok berukuran 2,5 x 3 meter yang diisi masing-masing 50 ekor hingga berumur 35 hari. Dua buah kandang digunakan sebagai control dan dua lainnya diberikan perlakuan pemuasaan berselang selama 12 jam per hari dengan interval 2 hari pada periode yang berbeda. Kelompok A dipuasakan pasa hari ke-10, 12, 14, dan 16, kelompok b dipuasakan pada hari ke-22, 24, 26, dan 28. Untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kepadatan, kelompok B dan kontrolnya dikurangi jumlah ayamnya sebanyak 50% sehingga jumlah ayam yang tersisa hingga akhir percobaan adalah 25 ekor.
Pakan yang diberikan terdiri atas dua jenis pakan yang disusun berdasarkan rekomendasi NRC (1994) (Tabel 1). Pemberian pakan dan air minum dilakukan secara ad libitum. Parameter produktifitas ayam pedaging yang dianalisis antara lain konsumsi pakan, pertambahan berat badan, berat badan akhir, dan konversi pakan.

Tabel 1. Komposisi nutrisi pakan yang digunakan selama penelitian

No. Jenis Pakan Komposisi Pakan
Protein (%) EM (kkal/kg)
1. Pakan Starter (Butiran, CP11)* 23 3150
2. Pakan Finisher (konsentrat : jagung, 33; 67)*
* Berdasarkan Hasil Estimasi

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan terhadap produktifitas ayam pedaging yang diberi perlakuan pemuasaan berselang selama 4 (empat) hari dengan periode yang berbeda dapat dilihat pada table 2.

Tabel 2. Produktifitas ayam pedaging yang dipelihara dengan perlakuan pemuasaan berselang pada periode yang berbeda

Parameter Perlakuan Pemuasan Berselang
Kontrol Perlakuan A Perlakuan B
Konsumsi Pakan (g/e) 2700 2561 3289
Pertambahan Berat Badan (g/hari) 55,3 52,6 57,53
Berat Badan Akhir (g) 1704,2 1639,7 1773,9
Konversi Pakan 1,6 1,56 1,85
Keterangan; A. Perlakuan pemuasaan selama 12 jam pada hari ke-10, 12, 14, dan 16
B. Perlakuan pemuasaan selama 12 jam pada hari ke-22, 24, 26, dan 28
Berdasarkan tabel 2. Dilihat bahwa perlakuan A yang diukur dari segi konsumsi pakan, pertumbuhan berat badan dan berat badan akhir labih rendah dibandingkan perlakuan B. Tetapi konversi pakan lebih baik pada perlakuan A karena ayam pada perlakuan A dipusakan pada fase starter dan ketika program pemuasaan telah selesai maka ayam dengan perlakuan A akan berusaha menggantikan pakan saat pemuasaan dengan cara mempercepat konversi pakan yang dikonsumsi secara adlibitum menjadi otot/daging. Hal inin tidak sesuai dengan pendapat Faradis ( 2009) bahwa rata-rata konversi ransum ayam pedaging adalah 1,12.
Pada perlakuan A lebih rendah ini juga disebabkan karena adanya beberapa faktor yaitu konsumsi pakan, pertambahan berat badan, dan berat badan akhir serta suhu yang panas menyebabkan nafsu atau konsumsi pakan ayam menjadi rendah.



KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang dilakukan mengenai evaluasi program pemuasaan berselang pada ayam pedaging (evaluation of skip a day feed removal programme on the Broiler Chicken) data ditarik kesimpulan bahwa perlakuan B dapat dijadikan pemuasaan/pembatasan pakan yang baik dibandingkan perlakuan A. Perlakuan B ini juga sangat bagus diterapkan di Indonesia yang memiliki daerah yang tropis.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Budidaya Ayam Pedaging (Broiler). http://teknis-budidaya.blogspot.com/ 2007/ 10/budidaya-sapi-potong.html. Diakses 28 Mei 2010

Anungsaptonugroho. 2010. Anungsaptonugroho’s Blog. Error! Hyperlink reference not valid.. com/. Dakses 28 Mei 2010

Dozier, W. A, dkk. 2002. Effects of Early Skip-a-Day Feed. http://translate.google.co.id/ translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://japr.fas.org/cgi/reprint/11/3/297.pdf. Diakses 27 Mei 2010

Paradis, Huda Alfin. 2009. Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Ransum Ayam Broiler Di Peternakan Cv Perdana Putra Chicken Bogor. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang

Dasar Reproduksi ternak

Fertilisasi
PENDAHULUAN
Menstruasi dipandang dalam arti fisiologi, sebagai hasil akhir dari kegagalan fertilitas. Tidak diragukan lagi bahwa animus fisiologi siklus ovarium, dan akomodasi-akomodasi saluran reproduktif morfologis yang menyertainya adalah ovulasi, fertilisasi, dan implantasi. Ada sistem yang bekerja kalau ada kegagalan fertilisasi ovum atau kegagalan implantasi blastokista, dan peristiwa ini berpuncak pada menstruasi. Fertilisasi merupakan suatu proses awal terbentuknya suatu kehamilan. Proses ini berlanjut dengan pembelahan sampai terjadinya implantasi.
Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani/sperma dengan sel telur di tuba falopii. Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/coitus), dengan ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, akan dilepaskan cairan mani yang berisi sel–sel sperma ke dalam saluran reproduksi wanita.
Seekor ternak dapat dinyatakan bunting apabila hasil konsepsi tertanam di dalam uterus, yang biasa disebut dengan kebuntingan intra uterin. Jika hasil konsepsi tertanam di luar rahim, hal itu disebut kebutingan ekstra uterin. Apabila fertilisasi, proses pembelahan dan implantasi tidak berlangsung baik, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya abortus ataupun kelainan pada anak. Sehingga fertilisasi merupakan tonggak awal penciptaan.

PEMBAHASAN
A. Definisi Fertilisasi
Fertilisasi (singami) adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami). Dengan meiosis, zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid. Bilamana keduanya motil seperti pada tumbuhan, maka fertilisasi itu disebut isogami, bilamana berbeda dalam ukuran tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil (dan biasanya lebih besar) dinamakan oogami. Hal ini merupakan cara khas pada beberapa tumbuhan, hewan, dan sebagian besar jamur. Pada sebagian gimnofita dan semua antofita, gametnya tidak berflagel, dan polen tube terlibat dalam proses fertilisasi.
Peristiwa fertilisasi terjadi di saat spermatozoa membuahi ovum di tuba fallopii, terjadilah zigot, zigot membelah secara mitosis menjadi dua, empat, delapan, enam belas dan seterusnya. Pada saat 32 sel disebut morula, di dalam morula terdapat rongga yang disebut blastosoel yang berisi cairan yang dikeluokan oleh tuba fallopii, bentuk ini kemudian disebut blastosit. Lapisan terluar blastosit disebut trofoblas merupakan dinding blastosit yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta), sedangkan masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot) merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus).
Pada hari ke-4 atau ke-5 sesudah ovulasi, blastosit sampai di rongga uterus, hormon progesteron merangsang pertumbuhan uterus, dindingnya tebal, lunak, banyak mengandung pembuluh darah, serta mengeluarkan sekret seperti air susu (uterin milk) sebagai makanan embrio.
Enam hari setelah fertilisasi, trofoblas menempel pada dinding uterus (melakukan implantasi) dan melepaskan hormon korionik gonadotropin. Hormon ini melindungi kehamilan dengan cara menstrimulasi produksi hormon estrogen dan progesteron sehingga mencegah terjadinya menstruasi. Trofoblas kemudian menebal beberapa lapis, permukaannya berjonjot dengan tujuan memperluas daerah penyerapan makanan. Embrio telah kuat menempel setelah hari ke-12 dari fertilisasi.
1. Jenis-Jenis Fertilisasi
Fertilisasi pada hewan dapat dibedakan menjadi dua macam, adalah sebagai berikut :
a) Fertilisasi eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik): gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi.
b) Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat): sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur.
B. Proses Fertilisasi
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontaksi miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat sanggama. Ovum yang dikeluarkan oleh ovarium, ditangkap oleh fimbrae dengan umbai pada ujung proksimalnya dan dibawa ke dalam tuba falopii. Ovum yang dikelilingi oleh perivitelina, diselubungi oleh bahan opak setebal 5–10 μm, yang disebut zona pelusida. Sekali ovum sudah dikeluarkan, folikel akan mengempis dan berubah menjadi kuning, membentuk korpus luteum. Sekarang ovum siap dibuahi apabila sperma mencapainya.
Dari 60 – 100 juta sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada saat ovulasi, beberapa juta berhasil menerobos saluran heliks di dalam mukus serviks dan mencapai rongga uterus beberapa ratus sperma dapat melewati pintu masuk tuba falopii yang sempit dan beberapa diantaranya dapat bertahan hidup sampai mencapai ovum di ujung fimbrae tuba fallopii. Hal ini disebabkan karena selama beberapa jam, protein plasma dan likoprotein yang berada dalam cairan mani diluruhkan. Reaksi ini disebut reaksi kapasitasi. Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelah sperma dekat dengan oosit.
Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh oleh zat – zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona radiata, trypsine – like agent dan lysine – zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum

Gambar Fertilisasi 1

Gambar Fertilisasi 2
Pada saat sperma mencapai oosit, pada sel telur dan spermatozoa terjadi beberapa aktifitas yaitu :
1. Reaksi zona / reaksi kortikal pada selaput zona pelusida
2. Oosit menyelesaikan pembelahan miosis keduanya, menghasilkan oosit definitif yang kemudian menjadi pronukleus betina
3. Inti sperma membesar membentuk pronukleus
4. Ekor sel sperma terlepas dan berdegenerasi.
5. Pronukleus jantan dan betinan. Masing – masing haploid, bersatu dan membentuk zygot yang memiliki jumlah DNA genap / diploid.
Aktifitas gamet baik jantan maupun betina pada saat terjadi fertilisasi pada tuba fallopi.
1. Ovum :
Sel gamet betina ini menghasilkan gynamon suatu zat yang terdiri dari :
a) Fertilizin, Zat ini berfungsi untuk :
1) Mengaktifkan sperma untuk bergerak.
2) Menarik sperma sebagai positf kemotaksis.
3) Mengaglutinasi sperma supaya sperma berkumpul disekeliling ovum.
b) Zat penelur
1) Berfungsi untuk merangsang jantan agar mengeluarkan spermanya. Zat ini hanya ada pada hewan yang melakukan fertilisasi eksternal.
2. Sperma
Sel gamet ini menghasilkan androgamon yang terdiri dari :
a. Hyaluronidase :
Enzim ini dihasilkan dari acrosom, yang berfungsi untuk melepaskan sel – sel folikel corona radiata sehingga telur jadi terbuka sehingga sperma mudah menembus zona pelucida
b. Antifertilizin
Enzim ini bereaksi terhadap enzim fertilizing dari sel ovum, sehingga sperma dapat menempel pada ovum. Zat ini juga besifat mencegah sperma lain masuk ke ovum.
c. Zat penelur
Zat ini berfungsi merangsang betina agar mengeluarkan telur-telurnya. Zat ini hanya ada pada hewan yang melakukan fertilisasi eksternal.
Setelah terjadi fertilisasi maka zigot akan melewati tuba fallopi untuk menuju tempat implantasi pada uterus.

Gambar perjalan zigot

C. Hanya Satu Sperma Yang Membuahi Sel Telur
Hanya satu sperma yang memiliki kemampuan untuk membuahi, karena sperma tersebut memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase. Sekali sebuah spermatozoa menyentuh zona pelusida, terjadi perlekatan yang kuat dan penembusan yang sangat cepat. Setelah itu terjadi reaksi khusus di zona pelusida (zone reaction) yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan lagi oleh sperma lainnya. Dengan demikian, sangat jarang sekali terjadi penembusan zona oleh lebih dari satu sperma.

Beberapa skema dan mekanisme yang akan menghambat sel sperma yang lain untuk masuk ke ovum setelah terjadi penembusan oleh salah satu sperma yang masuk ke dalam ovum.. Seperti yang diketahui, ada beberapa lapisan pada yang harus ditembus oleh sperma untuk dapat membuahi ovum tersebut, antara lain korona radiata, zona fellucida, membran vitellina.
Dari 200 - 300 juta sperma yang masuk ketika kopulasi, hanya 300 - 500 sperma yang dapat mencapai tempat pembuahan. Dari sekian banyak sperma yang ada, normalnya hanya ada 1 sperma yang akan membuahi ovum. Lapisan korona radiata akan ditembus oleh salah satu sperma dengan bantuan / dorongan sperma yang lain. Jadi, sperma yang paling kuat akan menembus lapisan ini sambil dibantu oleh sperma yang lain dari belakang.
Setelah itu, sperma akan menembus zona fellucida. Setelah menembus lapisan ini, sperma tadi akan mengeluarkan enzim neuraminidase yang akan mencegah sperma lain untuk masuk ke dalam ovum (polispremia). Akibatnya selaput plasma ovum akan menjadi lebih rapat dan menyatu satu sama lain. Dengan begitu, sperma lain tidak bisa masuk ke dalam ovum. Reaksi ini disebut "reaksi zona".
Setelah itu, lapisan berikutnya yang ditembus adalah membran vitellina di dalam lapisan ini juga terdapat mekanisme pencegahan polispermia. Reaksi ini disebut dengan "reaksi cortical". Dalam reaksi ini, beberapa membran yang ada di dalam ovum akan bergabung menjadi satu sehingga akan membuat struktur membran menjadi lebih rapat dan semakin sulit ditembus sperma lain yang ingin. masuk. Dengan begitu sperma lain tidak dapat masuk lagi ke dalam ovum.
Ada kalanya sewaktu - waktu, mekanisme - mekanisme ini gagal untuk mencegah polispermia sehingga dapat terjadi bayi kembar.

D. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Fertilisasi
Faktor-faktor penyebab kegagalan fertilisasi pada hewan ataupun manusia adalah sebagai berikut:
1. Pada Jantan
Sperma Yang Abnormal Sperma yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopii. Kasus kegagalan proses pembuahan karena sperma yang bentuknya abnormal mencapai 24-39% pada sapi induk yang menderita kawin berulang dan 12-13% pada sapi dara yang menderita kawin berulan.
2. Pada Betina
a. Kelainan Anatomi Saluran Reproduksi
kelainan anatomi dapat bersifat genetik dan non genetik. Kelainan anatomi saluran reproduksi ini ada yang mudah diketahui secara klinis dan ada yang sulit diketahui, yaitu seperti : Tersumbatnya tuba falopii Adanya adhesi antara ovarium dengan bursa ovarium Lingkungan dalam uterus yang kurang baik Fungsi yang menurun dari saluran reproduksi. Meskipun kegagalan pembuahan terjadi pada hewan betina namun faktor penyebab juga terjadi pada hewan jantan atau dapat disebabkan karena faktor manajemen yang kurang baik.
b. Kelainan Ovulasi
Kelainan ovulasi dapat menyebabkan kegagalan pembuahan sehingga akan menghasilkan sel telur yang belum cukup dewasa sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan menghasilkan embrio yang tidak sempurna. Kelainan ovulasi dapat disebabkan oleh kegagalan ovulasi karena adanya gangguan hormon dimana karena kekurangan atau kegagalan pelepasan LH. Kegagalan ovulasi dapat disebabkan oleh endokrin yang tidak berfungsi sehingga mengakibatkan perkembangan kista folikuler.
Ovulasi yang tertunda (delayed ovulation). Normalnya ovulasi terjadi 12 jam setelah estrus. Ovulasi tidak sempurna biasanya berhubungan dengan musim dan nutrisi yang jelek. Ovulasi ganda adalah ovulasi dengan dua atau lebih sel telur. Pada hewan monopara seperti sapi, kerbau, kasusnya mencapai 13,19% .
d. Sel Telur Yang Abnormal
Beberapa tipe morfologi dan abnormalitas fungsi telah teramati dalam sel telur yang tidak subur seperti; sel telur raksasa, sel telur berbentuk lonjong (oval), sel telur berbentuk seperti kacang dan zona pellucida yang ruptur. Kesuburan yang menurun pada induk-induk sapi tua mungkin berhubungan dengan kelainan ovum, ovum yang sudah lama diovulasikan menyebabkan kegagalan fertilisasi.
3. Kesalahan Manajemen Reproduksi
Kurang telitinya dalam deteksi birahi sehingga terjadi kesalahan waktu untuk diadakan inseminasi buatan. Deteksi birahi yang tidak tepat menjadi penyebab utama kawin berulang, karena itu program deteksi birahi harus selalu dievaluasi secara menyeluruh. Saat deteksi birahi salah, birahi yang terjadi akan kecil kemungkinan terobservasi dan lebih banyak sapi betina diinseminasi berdasarkan tanda bukan birahi, hal ini menyebabkan timing inseminasi tidak akurat sehingga akan engalami kegagalan pembuahan. Penyebab kawin berulang meliputi kualitas sperma yang tidak baik dan teknik inseminasi yang tidak tepat. Sapi betina yang mengalami metritis, endometritis, cervitis dan vaginitis dapat menjadi penyebab kawin berulang pada sapi. Manajemen pakan dan sanitasi kandang yang tidak baik. Kesalahan dalam memperlakukan sperma, khususnya perlakuan pada semen beku yang kurang benar, pengenceran yang kurang tepat, proses pembekuan sperma, penyimpanan dan thawing yang kurang baik. Faktor manajemen lain seperti pemelihara atau pemilik ternak hendaknya ahli dalam bidang kesehatan reproduksi.

KESIMPULAN
Fertilisasi adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami).
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontaksi miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat sanggama. Ovum yang dikeluarkan oleh ovarium, ditangkap oleh fimbrae dengan umbai pada ujung proksimalnya dan dibawa ke dalam tuba falopii, ketika spermatozoa bertemu ovum terjadilah fertilisasi.
Hanya satu sperma yang memiliki kemampuan untuk membuahi, karena sperma tersebut memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase
Faktor-faktor penyebab kegagalan fertilisasi pada hewan ataupun manusia adalah Kelainan Anatomi Saluran Reproduksi, Kelainan Ovulasi, Sel Telur Yang Abnormal, Sperma Yang Abnormal, Kesalahan Pengelolaan Reproduksi, dan lain-lain.



DAFTAR PUSTAKA
http://fertilisasi-ovum.html

http://astro.fertilisasi/blogspot.com.

http:// www.Wikipedia.com

http:// Problematika-Kawin-Berulang-Pada-Sapi.html

http://yahoo.Mengapa-ovum-hanya-bisa-dibuahi-olehsatuselsperma?/bagaimana/ caraterjadinya?.answers.com

http://fertilisasi¬-final.pdf

http://fertilisasi-implantasi.pdf

manajemen ternak perah

Pemeliharaan

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika dan anoa. Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM.
Di Indonesia, manajemen pemeliharaan biasanya terbagi atas pemeliharaan sapi perah dan sapi potong. Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah Friesian Holstein (dari Belanda). Pemeliharaan sapi secara intensif mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Tatalaksana dan pemeliharaan sapi perah meliputi tindakan sanitasi, memperhatikan sistem perkandangan yang baik untuk kesehatan sapi perah, sistem reproduksi, pemberian pakan dan proses pemerahan pada sapi perah.
Sistem peternakan sapi perah yang ada di Indonesia masih merupakan jenis peternakan rakyat yang hanya berskala kecil dan masih merujuk pada sistem pemeliharaan yang konvensional. Banyak permasalahan yang timbul seperti permasalahan pakan, reproduksi dan kasus klinik. Hal inilah yang melatarbelakangi sehingga dilakukan praktikum Manajemen ternak Perah mnegenai Pemeliharaan Sapi Perah.

Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukan praktikum pemeliharaan ini yaitu untuk mengetahui tatalaksana dan pemeliharaan sapi perah.
Kegunaan dari praktikum pemeliharaan ini adalah agar praktikan dapat mengetahui menajemen ternak perah yang baik dan benar meliputi sanitasi kandang dan pemberian pakan.

METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum manajemen ternak perah mengenai Pemeliharaam ini dilaksanakan pada tanggal 08 – 14 Maret 2010, dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 WITA dan sore hari pukul 16.00 WITA, bertempat di Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sekop, ember, sapu lidi, sikat, tali, parang, alat pemotong rumput dan selang air.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput kolonjono (Branchiaria mutica), dedak, garam, molasses, sabun colek dan air.
Metode Praktikum
1. Bangsa Sapi Perah
Melihat dan mengamati bentuk tubuh (posture), warna kulit sapi, dan karakteristik tubuh kemudian menenentukan bangsa sapi tersebut.
2. Perkandangan
Melihat dan mengamati rekonstruksi bangunan kandang serta bagian-bagian dari kandang kemudian menentukan jenis tipe kandang tersebut.
3. Sanitasi dan Penyakit
Membersihkan kandang dari feses sapi perah, kemudian menyiram lantai kandang sampai bersih dengan air pada pagi dan sore hari setelah itu memandikan sapi pada pagi dan sore. Melihat dan mengamati gejala-gejala penyakit yang diderita oleh sapi perah.
4. Pakan
Memberikan pakan berupa konsentrat dan garam pada pagi hari dan memberikan hijauan pada sore hari berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput kolonjono (Branchiaria mutica) ditambah dengan molasses seminggu sekali untuk menambah palatabilitas.

PEMBAHASAN
A. Bangsa Sapi Perah
Berdasarkan asalnya, sapi perah yang ada dibedakan menjadi dua yaitu sapi yang berasal dari daerah tropis (Bos Indicus), antara lain sapi Red Sindhi, Sahiwal, Gir, Hissar, Kankrey dan Halikar. Sedang yang kedua adalah sapi yang berasal dari daerah sub tropis (Bos Taurus) antara lain Fries Holland, Brown Swiss, Jersey, Guernsey, Red Danish dan Ducth Belted
I. Bangsa Sapi Perah Subtropis
Breed sapi perah yang berasal dari daerah subtropis, berasal dari Bos Taurus (sapi eropa) yang terkenal dan banyak diternakkan ada lima bangsa, yaitu Holstein, Brown Swiss, Ayrshire, Guernsey, dan Jersey.
a. Friesian Holstein
Bangsa sapi Holstein berasal dari propinsi Friesland (Belanda atau Holland). Di Belanda sapi tersebut disebut Holstein Friesian, di Amerika disebut Holstein. Di Indonesia sapi tersebut disebut Fries Holland atau Friesian Holstein. Sapi yang berwarna hitam dan putih (ada juga Holstein yang berwarna merah dan putih) sangat menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah. Sifat seperti ini nampaknya lebih cocok dengan kondisi pemasaran pada saat sekarang. Sapi FH memiliki ciri fisik seperti warna bulunya belang hitam putih dengan perbatasan tegas sehingga tidak terdapat warna bayangan, pada dahinya terdapat warna putih berbentuk segitiga, pada bagian dada, perut bawah, kaki dari tracak sampai lutut dan bulu ekor kipas berwarna putih, memiliki tanduk berukuran kecil, menjurus kedepan.
b. Jersey
Sapi Jersey dikembangkan di pulau Jersey yang terletak hanya sekitar 22 mil dari pulau Guernsey. Seperti halnya pulau Guernsey, pulau Jersey juga memiliki padang rumput yang bagus sehingga seleksi ke arah kemampuan merumput tidak menjadi perhatian pokok. Pulau ini hasil utamanya adalah mentega, dengan demikian sapi Jersey dikembangkan untuk tujuan produksi ternak susu yang banyak, sifat yang sampai kini pun masih menjadi perhatian. Sapi jersey termasuk bangsa sapi perah terkecil, namun memiliki bentuk badan yang terbaik diantara jenis sapi perah yang lainnya. Berat badan sapi jersey hanyan mencapai 625 kg untuk sapi jantan dan 425 untuk sapi betinanya. Sifat sapi ini sangat peka dan mudah gugup, kurang tenang dan mudah terganggu oleh perubahan-perubahan sekitar dan lebih tahan terhadap panas
c. Guernsey
Bangsa sapi perah ini berasal dari pulau Guernsey, Inggris yang memiliki ciri-ciri : warna kuning kecoklatan pada bagian: muka, kaki, ekor serta bagian flank berwarna putih dan badan lebih besar dari Holstein (FH) lebih besar dari Jersey. Sedangkan sifat-sifatnya: lebih jinak dan aktif, tidak nervous, mudah dipelihara, waktu dewasa lambat dibandingkan dengan Jersey, pertama kali melahirkan umur 26 sampai 28 bulan dan dikawinkan pertama kali umur 15 sampai 16 bulan. Produksi air susu dapat mencapai 4000 kg per laktasi dengan kadar lemak 4,86 persen. Berat badan untuk sapi betina dewasaa 400 sampai 650 kg dan sapi jantan dewasa 850 kg
Sapi Guernsey berasal dari sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) Typicus longifrons di pulau Guernsey. terletak disebelah barat laut pulau Jersey, di selat Channel. Kriteria sapi Guernsey :
• Bentuk badan agak kasar dibandingkan sapi Jersey
• Warna bulu cokelat bercak putih
• Susu sapi Guernsey biasanya diolah menjadi mentega.
• Bangsa sapi Guernsey bersifat aga jinak.
d. Ayrshire
Bangsa sapi Ayrshire dikembangkan di daerah Ayr, yaitu di bagian barat daya Skotlandia. Wilayah tersebut dingin dan lembab, padang rumput relatif tidak banyak tersedia. Dengan demikian maka ternak terseleksi secara alamiah akan ketahanan serta kesanggupannya untuk merumput. Nenek moyang sapi Ayrshire adalah Bos (Taurus) Typicus Primigenius dan Bos (Taurus) Typicus Longifrons. Kriteria sapi Ayrshire adalah :
• Badan sapi Aryshire lebih besar dari sapi Guernsey dan Jersey.
• warna bulu bervariasi dari merah dan putih sampai warna mahoni dan putih.
• Bobot badan betina 545 kg, jantan 841 kg dan bobot saat lahir 34 kg.
e. Brown Swiss
Bangsa sapi Brown Swiss dikembangkan di lereng-lereng pegunungan di Swiss. Sapi-sapi ini merumput di kaki-kaki gunung pada musim semi sampai lereng yang paling tinggi selama musim panas. Keadaan seperti itu melahirkan hewan-hewan yang tangguh dengan kemampuan merumput yang bagus. Sapi Brown Swiss sifatnya tenang, dan mudah dikendalikan dengan kecenderungan bersifat acuh, jinak dan mudah penanganannya, pandai merumput, dan aktif.
Bangsa sapi Brown Swiss adalah bangsa sapi perah tertua yang berasal dari spesies sapi liar sub-spesies Bos (Taurus) Typicus Longifrons yang berasal dari lereng-lereng gunung di Swiss. Kriteria sebagai berikut :
• Bobot badannya terberat kedua setelah sapi FH.
• Warna bulu cokelat dengan ragam ragam dari cokelat terang sampai cokelat gelap.
• Susu sapi Brown Swiss biasanya diolah menjadi keju.
• Kadar lemak susu sapi Brown Swiss rendah.
• Produksi susu rata-rata 5.939 per laktasi.
II. Bangsa Sapi Perah Tropis
a. Sahiwal
Sapi Sahiwal berasal dari India. Sapi ini merupakan tipe perah dari tropis yang terbaik didaerah asalnya. Kriteria sapi tersebut sebagai tersebut :
• Potongan atau bentuk tubuh berat.
• Kaki pendek.
• Warnanya kemerahan atau coklat muda, kadang-kadang terdapat warna putih.
• Persentase lemaknya 3,7%
• Bulunya sangat halus.
• Ambing besar dan kadang-kadang bergantung.

b. Red sindhi
Sapi ini berasal dari India. Dalam segala hal hampir sama dengan Sahiwal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil dengan kriteria sebagai berikut :
• Bobot sapi betina dewasa 300-350 kg, jantan dewasa 400-454 kg.
• bobot anak sapi betina baru lahir 18-20 kg, anak sapi jantan yang baru lahir 21-24 kg.
• Produksi rata-rata untuk satu masa laktasi 1.662 atau berkisar 5-6 liter per hari.
• Kadar lemaknya 4,9%.
III. Bangsa Sapi Perah Hasil Persilangan
A. Dari Subtropis
1. Sahiwal Cross (SC)
Sahiwal Cross atau “Taurindicus – 50” adalah sapi perah hasil kawin silang sapi tipe Sahiwal (Bos indicus) dengan sapi perah Fries Holland (Bos taurus), yang telah teruji kemampuannya di negara-negara pembentuk bangsa sapi tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari data dasar performans produksi dan reproduksi sapi perah Sahiwal Cross (SC) yang dibandingkan dengan sapi perah Fries Holland (FH) sebagai salah satu tetua eksotiknya. Penelitian dilakukan ditingkat peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Cirebon, Subang, dan Sumedang Propinsi Jawa Barat.
2. Sapi Grati
sapi Grati, yakni hasil persilangan antara Friesian Holstein dan sapi lokal Ongole. Bangsa sapi ini berasal dari Belanda. Tanda-tandanya :
- Warna belang hitam putih
- Pada dahinya terdapat hitam putih berbentuk segitiga.
-Dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna berwarna putih.
-Tanduk kecil-pendek menjurus ke depan.
-Tenang, jinak , sehingga mudah dikuasai
-Sapi tidak tahan panas, namun mudah beradaptasi
-Lambat menjadi dewasa
-Produksi susu:4500-5500 liter per satu masa laktasi
B. Dari Tropis
1. Australian Milking Zebu (AMZ)
Sapi ini merupakan hasil silang antara sapi Sahiwal, Red Sindhi, dan sapi Jersey. Sapi ini mengandung darah sapi Zebu 20-40% dan Jersey 60-80%. Adapun kriteria dari sapi AMZ ini adalah :
• Warna bulu dominan kuning emas sampai coklat kemerah-merahan.
• Produksi susu rata-rata 7 liter per hari dengan kisaran produksi susu 1.445-2.647 kg per 330,5 hari. namun ada yang berproduksi hingga 4.858 kg per 330,5 hari atau 16 liter per hari (Anonima, 2010).

B. Sistem Perkandangan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa kandang sapi perah merupakan tipe kandang ganda berhadapan yang dipisahkan oleh jalanan untuk pengelolaan yang meliputi sanitasi dan pemberian makanan. Ada dua jenis kandang yaitu tunggal dan berhadapan, namunjenis tipe kandang yang digunakan pada praktikum ini adalah jenis kandang ganda berhadapn. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilorini , dkk (2008), yang menyatakan bahwa jenis kandang terbagi atas duya yaitu kandang tunggal yaitu terdiri dari satu garis memanjang dan dipetak – petak. Sementar kandang ganda terdiri dari dua baris berhadapan dan dipisahkan oleh jalanan untuk pengelolaan.
Bagian – gbagian darikandang tersebut terdiri dari tempat air minum, gudang makanan tempat hijauan dan konsentrat, bangunan yang luas dengan ventilasi yang yang baik untuk proses pernapasan sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimb (2010), yang menyatakan bahwa ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjaga agar ternak nyaman sehingga dapat mencapai produksi yang optimal, yaitu :
- Persyaratan secara umum :
a. Ada sumber air atau sumur
b. Ada gudang makanan atau rumput atau hijauan
c. Jauh dari daerah hunian masyarakat
d. Terdapat lahan untuk bangunan dengan luas yang memadai dan berventilasi.

- Persyaratan secara khusus :
a. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m atau 2,5 x 2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5 x 1 m per ekor, dengan tinggi atas ± 2-2,5 m dari tanah.
b. Ukuran bak pakan : panjang x lebar = bersih 60 x 50 cm
c. Ukuran bak minum : panjang x lebar = bersih 40 x 50 cm
d. Tinggi bak pakan dan minum bagian dalam 40 cm (tidak melebihi tinggi persendian siku sapi) dan bagian luar 80 cm
e. Tinggi penghalang kepala sapi 100 cm dari lantai kandang
f. Lantai jangan terlalu licin dan terlalu kasar serta dibuat miring (bedakan ± 3 cm). Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
g. Selokan bagian dalam kandang untuk pembuangan kotoran, air kencing dan air bekas mandi sapi : Lebar (L) x Dalam selokan (D) = 35 x 15 cm
i. Tinggi tiang kandang sekurang-kurangnya 200 cm dari lantai kandang
j. Atap kandang dibuat dari genteng
k. Letak kandang diusahakan lebih rendah dari sumber air dan lebih tinggi dari lokasi tanaman rumput. (Hasanudin, 1988). Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
C. Sanitasi dan Penyakit
Berdasarkan praktikumyang telah dilakukan maka dilihat bahwa penyakit – penyakityang diderita oleh sapi perah tersebut yaitu ringworm atau biasa disebut penyakit kurap dengan gejala berupa penebalan kulit yang biasanya terjadi pada sekeliling mata, penyakit ini disebabkan oleh jamur, kulit yang terserang berwarna putih kelabu dan tidak berbulu, caplak merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit eksternal yang menggigit kulit sapi dan menghisap darah dan penyakit myiasis ataubelatungan merupakan penyakit yang menyerang ternak berupa timbulnya belatung pada vagina sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimc(2010), yang menyatakan bahwa beberapa penyakit yang dapat menyerang sapi perah yaitu :
1. Ringworm (kurap)
Ringworm atau kurap adalah penebalan kulit yang biasanya terjadi pada sekeliling mata dan telinga. Penyakit ini disebabkan oleh jamur, kulit yang terserang berwarna putih kelabu dan tidak berbulu. Hal ini sesuai dengan pendapat (sudono, 2003), yang menyatakan bahwa penyebab ringworm adalah jamur Trichophyton verrucosum. Gejala yang terjadi yaitu terbentuk bulatan putih berwarna kelabu di kulit sapi dengan diameter 1,5-5 cm. Biasanya bulatan ini muncul disekitar kepala dan leher, terutama disekeliling mata dan telinga. Kulit yang diserang biasanya menebal dan tidak berbulu.
2. Caplak
Caplak merupakan parasit eksternal yang menggigit kulit sapi dan menghisap darah. Hal ini sesuai dengan pendapat (Soeprapto, 2006), yang menyatakan bahwa caplak adalah sejenis serangga yang sering kali menggigit kulit sapi sambil menghisap darah. Yang berbahaya bukanlah gigitan, tetapi seringkali gigitan tersebut sekaligus membawa kuman penyakit. Ada dua jenis caplak yaitu caplak keras (Ixodidae) dan caplak lunak (Argasidae). Caplak keras seperti Boophilus micropus menyerang bagian-bagian tubuh yang tersembunyi, seperti lipatan kulit leher, lipatan kulit paha, kaki dan bagian bawah ekor. Caplak lunak seperti Otobius megnini biasanya menyerang lubang telinga.
Caplak suka bersarang ditempat yang kotor, sehingga untuk menghindari serangan caplak, kebersihan kandang dan lingkungannya harus selalu dijaga. Penyemprotan kandang dengan desinfektan atau insektisida ampuh untuk memberantas serangan caplak.
3. Myiasis (Belatungan)
Myiasis atau belatungan adalah penyakit yang menyerang ternak berupa timbulnya belatung pada vagina sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimd (2010) yang menyatakan bahwa myiasis adalah penyakit yang menyerang ternak dan manusia berupa timbulnya belatung yang disebabkan oleh parasit dipterous berupa larva pada organisme. Hal ini menyebabkan luka berupa larva menyayat kulit; jika dibiarkan tanpa diobati menyebabkan toxemia.

D. Sitem Reproduksi
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat dilihat bahwa sistem reproduksi yang dilakukan oleh sapi perah tersebut yaitu dengan metode perkawinan alam Metode perkawinan pada ternak perah ada 2 yaitu secara alami dan buatan. Metode perkawinan yang digunakan pada ternak perah yang ada di animal centre fakultas peternakan universitas hasanuddin adalah perkawinan secara alami. Perkawinan alami adalah proses pembuahan terhadap sang betina oleh pejantan tanpa ada campur tangan manusia. Sedangkan perkawinan buatan adalah proses pembuahan terhadap sang betina melalui bantuan manusia (inseminator). Hal ini sesuai dengan pendapat AAK (2004), yang menyatakan bahwa :
1. Perkawinan Alam
Pada perkawinan alam seekor pejantan memancarkan sperma langsung ke alat reproduksi betina oleh pejantan itu sendiri tanpa ada campur tangan manusia.
2. Perkawinan Buatan (Inseminasi Buatan)
Perkawinan buatan (Artificial inseminator) adalah suatu cara perkawinan dimana sperma dikumpulkan dan disimpan dalam kondisi tertentu di luar tubuh hewan, kemudian dengan bantuan inseminator semen tersebut dimasukkan ke dalam organ reproduksi betina. Keuntungan perkawinana buatan adalah penularan penyakit kelamin seperti vibriosis dapat dihindari, persilangan antar ras dapat dipermudah, penyebaran bibit unggul dapat berlangsung cepat dan sapi dara atau sapi kecil dapat dikwainkan dengan mudah.

E. Pakan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh bahwa pemberian pakan pada sapi perah tersebut adalah pemberian konsentral ditambah garam pada pagi hari yang berfungsi sebagai makanan tambahan yang memiliki protein tinggi namun kandungan serat kasarnya rendah, pemberian garam berfungsi sebagai suplay mineral yang membantu proses pengeluaran feses sapi perah. Kemudian pemberian hijauan pada sore hari. Hijauan merupakan bahan makanan yang mengandung serat kasar yang tinggi membantu untuk mengenyangkan ternak. Pemberian hijauan dapat disertai dengan pemberian molases untuk menambah daya palatabilitas. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sudono, 2003), yang menyatakan bahwa rumput merupakan sumber karbohidrat yang digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan energi untuk hidup pokok. Produksi susu akan meningkat jika diberikan hijauan dari leguminosa. Pemberian konsentrat adalah 50% dari jumlah susu yang dihasilkan. Konsentrat lebih berpengaruh terhadap kadar berat jenis susu akan tinggi. Jika kadar nutrisi konsentrat yang digunakan cukup, susu yang dihasilkan akan berkualitas.

F. Pemerahan
Menurut AAK (2004), yang perlu diperhatikan pada saat pemerahan yaitu:
1. Syarat-syarat Pemerahan :
► Pemeriksaan terhadap penyakit menular
► Kesehatan para pekerja
► Kebersihan sapi yang diperah
► Tempat dan alat-alat lainnya
► Pemeliharaan dilakukan 2 kali sehari dengan lembut
2. Persiapan Pemerahan
► Menenangkan sapi
► Membersihkan kandang
► Membersihkan badan sapi dan mengikat ekor
► Mencuci ambing
3. Cara Pemerahan
Pada umumnya sapi diperah cukup 2 kali sehari, yakni pagi dan sore hari. Pemerahan hendaknya dilakukan dengan cepat oleh orang yang sudah biasa memerah. Ambing harus diperah sampai kosong. Pemerahan yang berlangsung lama tidak baik. Sebelum pemerahan dilakukan, sebaiknya jari pemerah dilumasi dengan minyak kelapa supaya licin, agar puting susu tidak mudah terluka. Pemerahan meliputi dua cara yaitu :
►Dengan memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah, kemudian kedua jari tersebut ditekan serta ditarik ke bawah, hingga air susu mengalir keluar. Cara ini sulit dilakukan bagi sapi yang puting susunya pendek.
► Dengan menggunakan kelima jari tangan, dengan cara ini puting susu dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya sampai susu keluar.
Adapun metode – metode pemerahan menurut Williamson (1995), yaitu :
- Pemerahan melalui anak ke induknya
Pengeluaran susu diatur oleh urat saraf dan hormon. Saping induk pertama membutuhkan rangsangan sewaktu anak sapi menyusui tekanan pertama dari anak sapi pada putting susu merupakan suatu rangsangan.
- Pemerahan dengan Mesin
Pemerahan dengan mesin diperkenalkan jika tenaga kerj kurang dan mahal. Apabila tenaga kerja yang tersedia tidak mempunyai kerja keras untuk memerah dengan tangan dan apabila jumlah sapi induk mencukupi untuk diperah dengan peralatan mesin.
- Pemerahan secara manual meliputi dua cara yaitu :
Dengan memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah, kemudian kedua jari tersebut ditekan serta ditarik ke bawah, hingga air susu mengalir keluar. Dengan menggunakan kelima jari tangan, dengan cara ini puting susu dipegang antara ibu jari dan keempat jari lainnya sampai susu keluar.

PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil praktikum tentang pemeliharan yang telah dilakuka, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
a. Ciri-ciri dari sapi fries holland adalah hitam dan putih, mempunyai tanda segitiga pada dahi, kaki bagian bawah dan ekor berwarna putih dan tanduk pendek menjurus ke depan. Berat badan sapi jantan 850 kg, sedangkan betina 625 kg. Produksi susu 4500-55000 liter/laktasi.
b. Kandang yang digunakan adalah jenis kandang ganda tipe berhadapan (head to head) dan alat yang digunakan dalam kandang adalah sapu lidi, sekop, ember, tali, parang, copper, gerobak dorong, sikat dan bangku kecil.
c. Penyakit yang menyerang ternak perah adalah ringworm, caplak dan myiasis.
d. Pakan yang diberikan adalah hijauan makanan ternak berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput kolonjono (Brachiaria mutica) dan konsentrat.
e. Proses sanitasi yang dilakukan yaitu dengan membersihkan feses sapi perah, dan menyiram lantainya dengan air serta memandikan sapi perah tiap pagi dan sore.

Saran
Saran untuk laboratorium yaitu agar peralatan laboratorium dilengkapi agar memudahkan praktikan dalam melakukan praktikum.
Saran untuk asiten yaitu agar asisten lebih membimbing praktikan selama melakukan praktikum agar praktikan dapat melakukan praktikum dengan maksimal.


DAFTAR PUSTAKA
Anonima, 2010. Bangsa Sapi. (http://id.google.bangsa sapi perah)
Anonimb, 2010. Bentuk Kandang. (http://id.google.bangsa sapi perah)
Anonimc,2010. Manajemen Sapi Perah pada Peternakan Rakyat. (http://id.google/pemeliharaan sapi perah)

Anonimd, 2010. Myiasis. (http://wikipedia.org/myiasis)

AAK, 2004. Sapi Perah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Muljana, W. 2006. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Sapi Perah. Aneka Ilmu, Semarang.

Sudono, A, Dkk. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Soeprapto, H dan Zaenal, A. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Susilorini, dkk. 2008. 22 Jenis Ternak Piaraan. Penerbit Swadaya, Jakarta.

Williamson. 1995. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University, Yogyakarta.





Pupuk compos

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kotoran sapi, urin dan susu dapat diolah menjadi pupuk cair, sebagai sumber nutrisi tanaman. Kotoran sapi merupakan bahan yang baik untuk pupuk cair karena relatif tidak terpolusi logam berat dan antibiotik. Kandungan fosfor yang rendah pada pupuk kandang dapat dipenuhi dari sumber lain.
Kompos, pupuk cair, media tanam, pakan ternak, batako, briket, dan biogas merupakan beberapa produk daur ulan hasil pengolahan sampah yang dapat dibanggakan mudah diplikasikan. Produk tersebut cukup mendapat tempat di masyarakat dan telah diperjualkan secara komersil. Dari sisi finansial, keuntungan yang diperoleh cukup menggiurkan dan mampu meningkatkan kesejahteraan pengolahnya.
Penggunaan pupuk cair tidak hanya sebagai penyedia unsur hara, tetapi lebih diutamakan untuk memperbaiki kondisi fisik tanah. Telah terbukti bahwa produk organik terutama pupuk cair, mampu menjaga kesimbangan alam. Bahan organik seperti kompos memiliki peran penting dalam menjaga efektivitas dan efisiensi penyerapan unsur hara dalam tanah. Tidak hanya itu, pupuk cair dapat pula meningkatkan kapasitas tukar kation, menambah kemampuan tanah dalam menahan air, meningkatkan aktivitas biologi dalam tanah, serta mampu meningkatkan pH pada tanah asam. Berdasarkan beberapa di atas, maka hal inilah yang melatarbelakangi diadakannya praktikum Manajemen Ternak Perah mengenai Pembuatan Pupuk cair.

Rumusan Masalah
Dalam penyusunan/pembuatan laporan ini, terdapat beberapa masalah yang ingin dibahas yaitu bagaimana gambaran umum pupuk cair, apa saja kandungan unsur hara limbah kotoran, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pupuk cair bagaimana hasil pengukuran pupuk cair berdasarkan suhu, warna, bau dan pHnya

Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari diadakannya praktikum Manajemen Ternak Perah mengenai Pembuatan Pupuk Cair adalah untuk memanfaatkan limbah organik ternak sebagai sumber daya alam yang berdaya guna tinggi (pupuk organik) dan untuk mengurangi polusi lingkungan yang diakibatkan oleh ternak.
Adapun kegunaan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat memanfaatkan limbah organik ternak menjadi pupuk Cair sehingga tidak dipandang sebagai sampah dan polusi lingkungan.

METODOLOGI PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum Manajemen Ternak Perah mengenai Pembuatan Pupuk Cair dilaksanakan pada tanggal 24 April 2010, dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 WITA, bertempat di Laboratorium Ternak Perah Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Praktikum
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol, thermometer, selang dan kertas lakmus.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah feses, sapi perah FH, urin sapi perah, susu sapi segar, dedak, abu gosok dan air.
Metode Praktikum
Prosedur praktikum dilakukan dengan 4 percobaan sebagai berikut :
Percobaan I. Urin + Fases
Percobaan I menggunakan 2 botol, botol 1 berisi urin dan fases, botol 2 berisi air. Pada 2 botol ini disambungkan dengan pipa yang dilubangi pada kedua tutup botol. Urin dan fases dimasukkan kedalam botol dengan perbandingan 1 : 1 yaitu 100 gram fases dan 100 ml urin kemudian ditambahkan dedak sebanyak 15 gram, abu gosok 10 gram.

Percobaan II. Urin + Susu
Percobaan II menggunakan 2 botol, botol 1 berisi urin dan susu dengan perbandingan 1 : 1 yaitu 100 ml urin dan 100 ml susu kemudian ditambahkan dedak sebanyak 15 gram dan abu gosok 10 gram. Pada botol ke 2 berisi air.
Percobaan III. Urin + Susu + Fases
Percobaan III menggunakan 2 botol. Botol 1 berisi urin, susu, dan fases, botol 2 berisi air. Pada 2 botol ini disambungkan dengan pipa yang dilubangi pada kedua tutup botol. Urin, fases dan susu dimasukkan ke dalam botol dengan perbandingan urin 2 : susu 1 : fases 1 yaitu 200 ml urin, 100 ml dan 100 gram fases kemudian ditambahkan dedak sebanyak 15 gram dan abu gosok sebanyak 10 gram.
Percobaan IV. Susu + Fases
Percobaan IV menggunakan 2 botol, botol 1 berisi susu dan fases dengan perbandingan 1 : 1 yaitu 100 ml susu dan 100 gram fases kemudian ditambahkan dedak 15 gram dan abu gosok 10 gram. Pada botol ke 2 berisi air.

PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Pupuk Cair

Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cair, gas, ataupun sisa pakan (Soehadji, 1992). Limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau benda dalam fase cair (air seni atau urine ). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas.
Limbah sebagai sisa-sisa produksi yang tidak terpakai keberadaannya saat ini masih menjadi biang permasalahan. Berbagai macam bentuk limbah yang dihasilkan baik berupa cair, padat, maupun gas belum ditangani secara baik sehingga limbah yang seharusnya didaur ulang telah menjadi sumber pencemaran. Limbah tidak hanya dihasilkan dari dunia industri saja melainkan juga dari sektor pertanian (Anonimb, 2010).
Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara dan mempu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk organik cair, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman (Hadisuwito, 2006).
Pupuk organik cair selain dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan, penggunaannya juga dapat memperbaiki struktur tanah dan dapat menekan bakteri yang merugikan dalam tanah. Penggunaan pupuk organik secara terus-menerus terhadap tanah dapat memperbaiki kualitas tanah baik secara fisik, biologi maupun kimia, selain itu tidak meninggalkan residu dalam tanaman sehingga aman bila dikonsumsi manusia (Purwendro dan Nurhidayat, 2006).
Pupuk organik cair antara lain adalah compost tea, ekstrak tumbuh-tumbuhan, cairan fermentasi limbah cair peternakan, fermentasi tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Bahkan di dalam pupuk organik juga terdapat senyawa-senyawa organik yang bermamfaat bagi tanaman, seperti asam humik, asam fulvat, dan senyawa-senyawa organik lain. Namun, kandungan hara tersebut rendah. Tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (Darmono, Taniwiryono dan Isroi, 2008).

B. Kandungan Unsur Hara Pupuk Cair

Limbah ternak berupa fase dan urine mengandung nitrogen dan fosfor yang sangat tinggi. Kandungan ini dibutuhkan oleh tumbuhan sehingga dijadikan bahan dasar pembuatan kompos (Sutanto, 2006).
Secara kimiawi pupuk organik yang baik mengandung beberapa unsur hara seperti Nitrogen (N) = 1.5 – 2%, fosfor (P205) = 0,5 – 1% dan kalium (K20) = 0,5 – 1% (Marsono dan Sigit, 2004).
Novizam (2002) menyatakan bahwa urine ternak umumnya memiliki kandungan hara yang lebih tinggi dibandingkan kototran padat, sehingga pada aplikasinya tidak sebanyak penggunaan pupuk organik padat.
Unsur-unsur mineral dalam air susu yang relatif terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi yaitu Kalsium 0,112%, Phosfor 0,095%, Kalium 0,138%, Magnesium 0,013%, Natrium 0,095%, Klorin0,109%, dan Beelerang 0,01%. Unsur-unsur yang terdapat dalam konsentrasi yang rendah yaitu Besi 3,0ppm, Siolikon 2, 0ppm, Tembaga 0,3ppm dan Fluorin 0,25ppm. Sedangkan unsur-unsur mineral klumit atau ”trace-element” dalam susu adalah aluminium, mangan, jod, boron, titanium, vanadium, lithium dan strontium (Rahman, dkk., 1992).
Susu sapi kaya akan mineral Ca, P, K, Cl, dan Zn; tetapi rendah akan mineral Mg, Fe, Cu, dan Mn. Dedak yang tersedia untuk peternak merupakan sumber P yang baik untuk ruminansia(Anonim, 2002)
Kandungan zat hara kotoran sapi perah dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas hijauan, konsentrat serta sisa rumput yang tidak dimakan. Kotoran sapi perah banyak mengandung air dan N (Djaja, 2008)
Kandungan zat gizi dan kepadatan (densitas)kotoran sapi perah disajikan pada Tabel. 1 berikut ini
Tabel 1. Kandungan Zat Gizi dan Kepadatan (Densitas) Kotoran Sapi Perah
Zat gizi Kandungan
Bahan kering 13,98
Nitrogen (N) 1,98
Abu 27,42
Phospor (P) 0,002
Kalium (K) 8,20
Densitas 1,51 g/cm
Sumber : Djaja, 2008
Kotoran sapi yang tersusun dari feses, urin, dan sisa pakan mengandung nitrogen yang lebih tinggi dari pada yang hanya berasal dari feses. Jumlah nitrogen yang dapat diperoleh dari kotoran sapi dengan total bobot badan + 120 kg (6 ekor sapi dewasa) dengan periode pengumpulan kotoran selama tiga bulan sekali mencapai 7,4 kg. Jumlah ini dapat disetarakan dengan 16,2 kg urea (46% nitrogen) (Anonima, 2010).
Pupuk kandang sebagai limbah ternak banyak mengandung unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fospat (P2O5), Kalium (K2O) dan Air (H2O). Meskipun jumlahnya tidak banyak, dalam limbah ini juga terkandung unsur hara mikro diantaranya Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo). Banyaknya kandungan unsur makro pada pupuk kandang membuat penggunaannya hanya dilakukan pada saat pemupukan dasar saja. Hal ini erat kaitannya dengan jumlah unsur makro yang dibutuhkan tanaman yang tidak boleh melebihi rasio C/N =12. Sehingga pupuk kandang yang memiliki rasio C/N tinggi yaitu + 25 kurang baik bila digunakan untuk menyuburkan tanaman secara langsung (Anonimb, 2010).
Susu mengandung vitamin-vitamin yang dapat dikelompokkan menjadi
vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K) dan vitamin yang larut dalam air ( 8 vitamin B – B1, B2, B3, B5, B6, B7 (biotin), B9 (asam folat), B12 – dan vitamin C).
Zat gizi penting lain yang terdapat pada susu sapi adalah protein. Fungsi utama protein adalah membentuk sel dan jaringan baru, menggantikan sel dan jaringan yang telah rusak. Protein disusun oleh kelompok asam amino yang masing-masing keunikannya ditetapkan oleh sebuah kode genetik. Sebanyak 20 asam amino standar digunakan sel untuk biosintesis protein. Asam amino tersebut antara lain adalah isoleusin, leusin, lysin, tryptophan, metionin, penilalanin
(esensial) ; alanin, glutamin, glutamat, sistein, tyrosine (non esensial) (Anonimc).

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pupuk Cair

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Pupuk Organik Cair
1. Ukuran bahan
Menurut Indriani (2003) bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luaspermukaan bahan yang tersentuh oleh bakteri.
2. Komponen bahan
Menurut Indriani (2003) pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme.
3. Suhu atau Temptratur dan Keasaman (pH)
Bila suhu atau temperatur terlalu tinggi maka mikroorganisme akan mati. Bila suhu atau temperatur relatif lebih rendah maka mikroorganisme belum dapat bekerja atau masih dalam keadaan dorman. Aktifitas mikroorganisme dalam proses pembuatan pupuk organik umumnya menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan atau pengadukan. Suhu atau temperatur optimal pupuk organik sekitar 30 – 50¬¬¬oC (hangat) (Indriani, 2003).
Kisaran PH yang baik untuk pupuk organik yaitu sekitar 6,5 – 7,5 (netral) (Indriani, 2003). Sutanto (2006) menyatakan bahwa biasanya pH agak turun pada awal proses pengomposan karena aktivitas bakteri yang menghasilkan asam. Dengan munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang didekomposisikan, maka pH bahan akan naik setelah beberapa hari dan kemudian berapa pada kondisi netral.
Susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam atau basasekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya menjadi merah, sebaliknya jika diberi lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru. Potensial ion hydrogen (pH) susu segar antara 6,5 – 6,7 (Saleh, 2004).
4. Karakteristik fisik pupuk organik cair
Menurut Purwendo dan Nurhidayat (2006) bahwa karakteristik fisik pupuk organik cair yaitu :
• warna : coklat agak kekuningan.
• bau : cukup menyengat karena dibuat dari kotoran sampah dan limbah organik ternak

D. Hasil Pengamatan Pupuk Cair

a. Percobaan I. Urin + Fases
Pada percobaan dengan menggunakan urin yang di campurkan dengan fases didapatkan hasil yaitu berwarna hijau lumut, bau yang di hasilkan yaitu bau khas dedak dan pHnya 6. Hal ini dipengaruhi oleh warna pada fases tersebut yang pada umumnya berwarna hijau namun pada saat dicampurkan dengan menggunakan urin hanya sedikit terjadi perubahan warna. Pada umunya pupuk cair berwarna coklat muda. Hal ini dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan alam pembuatan pupuk cair. Menurut Purwendro dan Nurhidayat (2006) menyatkan bahwa warna pupuk organik cair umumnya berwarna coklat kekuningan.
Pada pengamatan terhadap bau dari pupuk cair tersebut diketahui bahwa bau yang dihasilkan sangat menyengat dan berbau khas fases. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwendro dan Nurhidayat (2006) yang menyatakan bahwa bau dari pupuk organik cair cukup menyengat karena dibuat dari bahan kotoran sampah dan limbah organik ternak.
Hasil yang didapatkan dari pengamatan terhadap pH yaitu 6 hal ini menunjukkan bahwa pupuk ini memiliki pH yang normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Indriani (2003) yang menyatakan bahwa kisaran PH yang baik untuk pupuk organik yaitu sekitar 6,5 – 7,5 (netral) . Sutanto (2006) menyatakan bahwa biasanya pH agak turun pada awal proses pembuatan pupuk karena aktivitas bakteri yang menghasilkan asam. Dengan munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang didekomposisikan, maka pH bahan akan naik setelah beberapa hari dan kemudian berapa pada kondisi netral.
b. Percobaan II. Urin + Susu
Pada percobaan dengan menggunakan urin yang di campurkan dengan susu didapatkan hasil yaitu berwarna abu-abu, bau yang di hasilkan yaitu bau khas dedak dan susu, pHnya 9 dan suhunya 330C. Pada suhu 300C menunjukkan suhu normal dari pupuk cair dimana suhu optimal pupuk organik sekitar 30-500C. Hal ini sesuai dengan pendapat Indriani (2003) yang menyatakan bahwa suhu atau temperatur optimal pupuk organik sekitar 30-500C (hangat)
Pada pengukuran pH di ketahui ph dari campuran susu dan urin diketahui yaitu 9. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Indriani (2003) yang menyatakan bahwa kisaran pH yang baik untuk pupuk organik yaitu sekitar 6,5 – 7,5 (netral)
Pada pengamatan terhadap bau diketahui bau yang dihasilkan yaitu berbau khas susu dan dedak. Hal ini dikarenakan bau susu yang lebih dominan yang akhirnya bau dari urin tidak begitu tercium. Pada pengamatan terhadap warna di dapatkan hasil yang berwarna abu-abu keputihan. Hal ini disebabkan dari warna susu yang telah bercampur dengan urin yang berwarna kuning pucat serta dipengaruhi pula oleh adanya abu gosok yang digunakan.
c. Percobaan III. Urin + Susu + Fases
Pada pencampuan urin, susu dan fases didapatkan hasil berwarna hijau lumut dengan pH 7dan berbau susu bercampur fases. Dari warna yang didapatkan dipengaruhi oleh adanya fases yang memiliki warna yang dominan, dimana warna susu dan urin menjadi tidak terlihat.
Pada pengukuran terhadap pH diperoleh hasil yaitu 7 ini membuktikan bahwa pupuk tersebut memiliki pH yang normal. Imana pH normal berkiar antara 6,5 – 7,5. Hal ini sesuai dengan pendapat Indriani (2003) yang menyatakan bahwa kisaran Ph yang baik untuk pupuk organik yaitu sekitar 6,5 – 7,5.
Hasil pH normal yang diperoleh disebabkan oleh campuran air susu segar. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi air susu segar yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Saleh (2004) yang menyatkan bahwa air susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru maka maka warnanya akan menjadi merah, sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru. Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak antara 6.5 – 6.7.
d. Percobaan IV. Susu + Fases
Pada percobaan dengan menggunakan fases yang di campurkan dengan susu didapatkan hasil yaitu berwarna hijau lumut, bau yang di hasilkan yaitu bau khas susu, pHnya 6. Warna yang dihasilkan pada pencampuran ini dipengaruhi oleh warna fases yang lebih dominan dari pada warna susu.
Pada pengukuran terhadap pH diperoleh hasil yaitu 6 ini membuktikan bahwa pupuk tersebut memiliki pH yang normal. Imana pH normal berkiar antara 6,5 – 7,5. Hal ini sesuai dengan pendapat Indriani (2003) yang menyatakan bahwa kisaran Ph yang baik untuk pupuk organik yaitu sekitar 6,5 – 7,5.
Hasil pH normal yang diperoleh disebabkan oleh campuran air susu segar. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi air susu segar yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Saleh (2004) yang menyatkan bahwa air susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru maka maka warnanya akan menjadi merah, sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru. Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak antara 6.5 – 6.7.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsure.
2. Pengamatan fisik pupuk organik cair seperti warna dan bau yang diamati selama proses fermentasi masih dalam keadaan normal.
3. Hasil pengukuran dan rata-rata suhu atau temperatur ppuk organik cair yang diperoleh dari masing-masing perlakuan selama proses fermentasi agak rendah dan umumnya tidak tidak mengalami peningkatan sedangkan hasil pengukuran dan rata-rata nilai pH yang diperoleh dari masing-masing perlakuan selama proses pembuatan pupuk organik cair masih dalam keadaan normal.
Saran
Agar dalam praktikum selanjutnya praktikum pupuk cair dapat lebih efisien lagi dimana setiap kelompok dapat melakukan sendiri praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Mineral. Materi Kuliah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.Bogor.http://www.fapet.ipb.ac.id/materi/kuliah%20PDF/06%20PIN%Mineral.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2010.

Anonima. 2010. Potensi Kotoran Sapi.
http://umifatmawati.blog.uns.ac.id/2010/03/25/potensi-kotoran-sapi/. Diakses pada tanggal 25 April 2010.

Anonimb.2010. Pemanfaatan Limbah Peternakan untuk Kesuburan Tanah http://www.tanindo.com/abdi9/hal3501.htm. Diakses pada tanggal 25 April 2010.

Anonimc. 2010. Rumah Cantik Citra. http://www.rumahcantikcitra.co.id/node/8299. Diakses pada tanggal 25 April 2010.

Darmono., Taniwiryono dan Isroi. 2008. Pupuk Cair. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) Seminar Nasional dan Temu Bisnis Pupuk untuk Perkebunan, Surabaya.

Hadisuwito, S. 2006. Membuat Pupuk Kompos Cair. Agro Media Pustaka, Jakarta Selatan.

Indriani, Y.H. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agro Media Pustaka, Tangerang.

Purwendro, S., dan Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk Pestisida Organik. Seri Agritekno. Cetakan 1. Penerbit Swadaya, Jakarta.

Rahman, A. F. Srikandi., R. Winiati, P.Suliantri dan C.C.Nurwitri. 1992. Teknologi Fementasi Susu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saleh, E.2004. Dasar Pengolahan Susu Dan Hasil Ikutan Ternak. Program Studi Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. http://www.library.usu.ac.id/modales.php?op=modlad&name=downloads&file=index&req=getik&lid=803.htm. Diakses 25 April 2010.
Soehadji. 1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan. Makalah Seminar. Direktorat jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Sutanto, R. 2006. Penerapan Pertanian Organik. Cetakan V. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

LAMPIRAN

a. Warna
No Bahan Warna
1 Urin Kuning bening
2 Fases Hijau Tua
3 Susu Putih
4 Setelah dicampurkan Hijau Lumut
b. pH

No Bahan pH
1 Urin 9
2 Susu 7
3 Fases 7
4 Setelah dicampurkan 7


c. Suhu
No Bahan Suhu
1 Urin 34
2 Susu 33
3 Setelah dicampurkan 33