Sabtu, 03 Juli 2010

Dasar Reproduksi ternak

Fertilisasi
PENDAHULUAN
Menstruasi dipandang dalam arti fisiologi, sebagai hasil akhir dari kegagalan fertilitas. Tidak diragukan lagi bahwa animus fisiologi siklus ovarium, dan akomodasi-akomodasi saluran reproduktif morfologis yang menyertainya adalah ovulasi, fertilisasi, dan implantasi. Ada sistem yang bekerja kalau ada kegagalan fertilisasi ovum atau kegagalan implantasi blastokista, dan peristiwa ini berpuncak pada menstruasi. Fertilisasi merupakan suatu proses awal terbentuknya suatu kehamilan. Proses ini berlanjut dengan pembelahan sampai terjadinya implantasi.
Fertilisasi adalah suatu peristiwa penyatuan antara sel mani/sperma dengan sel telur di tuba falopii. Pada saat kopulasi antara pria dan wanita (sanggama/coitus), dengan ejakulasi sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, akan dilepaskan cairan mani yang berisi sel–sel sperma ke dalam saluran reproduksi wanita.
Seekor ternak dapat dinyatakan bunting apabila hasil konsepsi tertanam di dalam uterus, yang biasa disebut dengan kebuntingan intra uterin. Jika hasil konsepsi tertanam di luar rahim, hal itu disebut kebutingan ekstra uterin. Apabila fertilisasi, proses pembelahan dan implantasi tidak berlangsung baik, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya abortus ataupun kelainan pada anak. Sehingga fertilisasi merupakan tonggak awal penciptaan.

PEMBAHASAN
A. Definisi Fertilisasi
Fertilisasi (singami) adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami). Dengan meiosis, zigot itu membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus seksual eukariota, dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid. Bilamana keduanya motil seperti pada tumbuhan, maka fertilisasi itu disebut isogami, bilamana berbeda dalam ukuran tetapi serupa dalam bentuk maka disebut anisogami, bila satu tidak motil (dan biasanya lebih besar) dinamakan oogami. Hal ini merupakan cara khas pada beberapa tumbuhan, hewan, dan sebagian besar jamur. Pada sebagian gimnofita dan semua antofita, gametnya tidak berflagel, dan polen tube terlibat dalam proses fertilisasi.
Peristiwa fertilisasi terjadi di saat spermatozoa membuahi ovum di tuba fallopii, terjadilah zigot, zigot membelah secara mitosis menjadi dua, empat, delapan, enam belas dan seterusnya. Pada saat 32 sel disebut morula, di dalam morula terdapat rongga yang disebut blastosoel yang berisi cairan yang dikeluokan oleh tuba fallopii, bentuk ini kemudian disebut blastosit. Lapisan terluar blastosit disebut trofoblas merupakan dinding blastosit yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta), sedangkan masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot) merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus).
Pada hari ke-4 atau ke-5 sesudah ovulasi, blastosit sampai di rongga uterus, hormon progesteron merangsang pertumbuhan uterus, dindingnya tebal, lunak, banyak mengandung pembuluh darah, serta mengeluarkan sekret seperti air susu (uterin milk) sebagai makanan embrio.
Enam hari setelah fertilisasi, trofoblas menempel pada dinding uterus (melakukan implantasi) dan melepaskan hormon korionik gonadotropin. Hormon ini melindungi kehamilan dengan cara menstrimulasi produksi hormon estrogen dan progesteron sehingga mencegah terjadinya menstruasi. Trofoblas kemudian menebal beberapa lapis, permukaannya berjonjot dengan tujuan memperluas daerah penyerapan makanan. Embrio telah kuat menempel setelah hari ke-12 dari fertilisasi.
1. Jenis-Jenis Fertilisasi
Fertilisasi pada hewan dapat dibedakan menjadi dua macam, adalah sebagai berikut :
a) Fertilisasi eksternal (khas pada hewan-hewan akuatik): gamet-gametnya dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi.
b) Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat): sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina yang kemudian disusul dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut. Kadang-kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur.
B. Proses Fertilisasi
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontaksi miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat sanggama. Ovum yang dikeluarkan oleh ovarium, ditangkap oleh fimbrae dengan umbai pada ujung proksimalnya dan dibawa ke dalam tuba falopii. Ovum yang dikelilingi oleh perivitelina, diselubungi oleh bahan opak setebal 5–10 μm, yang disebut zona pelusida. Sekali ovum sudah dikeluarkan, folikel akan mengempis dan berubah menjadi kuning, membentuk korpus luteum. Sekarang ovum siap dibuahi apabila sperma mencapainya.
Dari 60 – 100 juta sperma yang diejakulasikan ke dalam vagina pada saat ovulasi, beberapa juta berhasil menerobos saluran heliks di dalam mukus serviks dan mencapai rongga uterus beberapa ratus sperma dapat melewati pintu masuk tuba falopii yang sempit dan beberapa diantaranya dapat bertahan hidup sampai mencapai ovum di ujung fimbrae tuba fallopii. Hal ini disebabkan karena selama beberapa jam, protein plasma dan likoprotein yang berada dalam cairan mani diluruhkan. Reaksi ini disebut reaksi kapasitasi. Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelah sperma dekat dengan oosit.
Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akan terpengaruh oleh zat – zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona radiata, trypsine – like agent dan lysine – zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum

Gambar Fertilisasi 1

Gambar Fertilisasi 2
Pada saat sperma mencapai oosit, pada sel telur dan spermatozoa terjadi beberapa aktifitas yaitu :
1. Reaksi zona / reaksi kortikal pada selaput zona pelusida
2. Oosit menyelesaikan pembelahan miosis keduanya, menghasilkan oosit definitif yang kemudian menjadi pronukleus betina
3. Inti sperma membesar membentuk pronukleus
4. Ekor sel sperma terlepas dan berdegenerasi.
5. Pronukleus jantan dan betinan. Masing – masing haploid, bersatu dan membentuk zygot yang memiliki jumlah DNA genap / diploid.
Aktifitas gamet baik jantan maupun betina pada saat terjadi fertilisasi pada tuba fallopi.
1. Ovum :
Sel gamet betina ini menghasilkan gynamon suatu zat yang terdiri dari :
a) Fertilizin, Zat ini berfungsi untuk :
1) Mengaktifkan sperma untuk bergerak.
2) Menarik sperma sebagai positf kemotaksis.
3) Mengaglutinasi sperma supaya sperma berkumpul disekeliling ovum.
b) Zat penelur
1) Berfungsi untuk merangsang jantan agar mengeluarkan spermanya. Zat ini hanya ada pada hewan yang melakukan fertilisasi eksternal.
2. Sperma
Sel gamet ini menghasilkan androgamon yang terdiri dari :
a. Hyaluronidase :
Enzim ini dihasilkan dari acrosom, yang berfungsi untuk melepaskan sel – sel folikel corona radiata sehingga telur jadi terbuka sehingga sperma mudah menembus zona pelucida
b. Antifertilizin
Enzim ini bereaksi terhadap enzim fertilizing dari sel ovum, sehingga sperma dapat menempel pada ovum. Zat ini juga besifat mencegah sperma lain masuk ke ovum.
c. Zat penelur
Zat ini berfungsi merangsang betina agar mengeluarkan telur-telurnya. Zat ini hanya ada pada hewan yang melakukan fertilisasi eksternal.
Setelah terjadi fertilisasi maka zigot akan melewati tuba fallopi untuk menuju tempat implantasi pada uterus.

Gambar perjalan zigot

C. Hanya Satu Sperma Yang Membuahi Sel Telur
Hanya satu sperma yang memiliki kemampuan untuk membuahi, karena sperma tersebut memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase. Sekali sebuah spermatozoa menyentuh zona pelusida, terjadi perlekatan yang kuat dan penembusan yang sangat cepat. Setelah itu terjadi reaksi khusus di zona pelusida (zone reaction) yang bertujuan mencegah terjadinya penembusan lagi oleh sperma lainnya. Dengan demikian, sangat jarang sekali terjadi penembusan zona oleh lebih dari satu sperma.

Beberapa skema dan mekanisme yang akan menghambat sel sperma yang lain untuk masuk ke ovum setelah terjadi penembusan oleh salah satu sperma yang masuk ke dalam ovum.. Seperti yang diketahui, ada beberapa lapisan pada yang harus ditembus oleh sperma untuk dapat membuahi ovum tersebut, antara lain korona radiata, zona fellucida, membran vitellina.
Dari 200 - 300 juta sperma yang masuk ketika kopulasi, hanya 300 - 500 sperma yang dapat mencapai tempat pembuahan. Dari sekian banyak sperma yang ada, normalnya hanya ada 1 sperma yang akan membuahi ovum. Lapisan korona radiata akan ditembus oleh salah satu sperma dengan bantuan / dorongan sperma yang lain. Jadi, sperma yang paling kuat akan menembus lapisan ini sambil dibantu oleh sperma yang lain dari belakang.
Setelah itu, sperma akan menembus zona fellucida. Setelah menembus lapisan ini, sperma tadi akan mengeluarkan enzim neuraminidase yang akan mencegah sperma lain untuk masuk ke dalam ovum (polispremia). Akibatnya selaput plasma ovum akan menjadi lebih rapat dan menyatu satu sama lain. Dengan begitu, sperma lain tidak bisa masuk ke dalam ovum. Reaksi ini disebut "reaksi zona".
Setelah itu, lapisan berikutnya yang ditembus adalah membran vitellina di dalam lapisan ini juga terdapat mekanisme pencegahan polispermia. Reaksi ini disebut dengan "reaksi cortical". Dalam reaksi ini, beberapa membran yang ada di dalam ovum akan bergabung menjadi satu sehingga akan membuat struktur membran menjadi lebih rapat dan semakin sulit ditembus sperma lain yang ingin. masuk. Dengan begitu sperma lain tidak dapat masuk lagi ke dalam ovum.
Ada kalanya sewaktu - waktu, mekanisme - mekanisme ini gagal untuk mencegah polispermia sehingga dapat terjadi bayi kembar.

D. Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Fertilisasi
Faktor-faktor penyebab kegagalan fertilisasi pada hewan ataupun manusia adalah sebagai berikut:
1. Pada Jantan
Sperma Yang Abnormal Sperma yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopii. Kasus kegagalan proses pembuahan karena sperma yang bentuknya abnormal mencapai 24-39% pada sapi induk yang menderita kawin berulang dan 12-13% pada sapi dara yang menderita kawin berulan.
2. Pada Betina
a. Kelainan Anatomi Saluran Reproduksi
kelainan anatomi dapat bersifat genetik dan non genetik. Kelainan anatomi saluran reproduksi ini ada yang mudah diketahui secara klinis dan ada yang sulit diketahui, yaitu seperti : Tersumbatnya tuba falopii Adanya adhesi antara ovarium dengan bursa ovarium Lingkungan dalam uterus yang kurang baik Fungsi yang menurun dari saluran reproduksi. Meskipun kegagalan pembuahan terjadi pada hewan betina namun faktor penyebab juga terjadi pada hewan jantan atau dapat disebabkan karena faktor manajemen yang kurang baik.
b. Kelainan Ovulasi
Kelainan ovulasi dapat menyebabkan kegagalan pembuahan sehingga akan menghasilkan sel telur yang belum cukup dewasa sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan menghasilkan embrio yang tidak sempurna. Kelainan ovulasi dapat disebabkan oleh kegagalan ovulasi karena adanya gangguan hormon dimana karena kekurangan atau kegagalan pelepasan LH. Kegagalan ovulasi dapat disebabkan oleh endokrin yang tidak berfungsi sehingga mengakibatkan perkembangan kista folikuler.
Ovulasi yang tertunda (delayed ovulation). Normalnya ovulasi terjadi 12 jam setelah estrus. Ovulasi tidak sempurna biasanya berhubungan dengan musim dan nutrisi yang jelek. Ovulasi ganda adalah ovulasi dengan dua atau lebih sel telur. Pada hewan monopara seperti sapi, kerbau, kasusnya mencapai 13,19% .
d. Sel Telur Yang Abnormal
Beberapa tipe morfologi dan abnormalitas fungsi telah teramati dalam sel telur yang tidak subur seperti; sel telur raksasa, sel telur berbentuk lonjong (oval), sel telur berbentuk seperti kacang dan zona pellucida yang ruptur. Kesuburan yang menurun pada induk-induk sapi tua mungkin berhubungan dengan kelainan ovum, ovum yang sudah lama diovulasikan menyebabkan kegagalan fertilisasi.
3. Kesalahan Manajemen Reproduksi
Kurang telitinya dalam deteksi birahi sehingga terjadi kesalahan waktu untuk diadakan inseminasi buatan. Deteksi birahi yang tidak tepat menjadi penyebab utama kawin berulang, karena itu program deteksi birahi harus selalu dievaluasi secara menyeluruh. Saat deteksi birahi salah, birahi yang terjadi akan kecil kemungkinan terobservasi dan lebih banyak sapi betina diinseminasi berdasarkan tanda bukan birahi, hal ini menyebabkan timing inseminasi tidak akurat sehingga akan engalami kegagalan pembuahan. Penyebab kawin berulang meliputi kualitas sperma yang tidak baik dan teknik inseminasi yang tidak tepat. Sapi betina yang mengalami metritis, endometritis, cervitis dan vaginitis dapat menjadi penyebab kawin berulang pada sapi. Manajemen pakan dan sanitasi kandang yang tidak baik. Kesalahan dalam memperlakukan sperma, khususnya perlakuan pada semen beku yang kurang benar, pengenceran yang kurang tepat, proses pembekuan sperma, penyimpanan dan thawing yang kurang baik. Faktor manajemen lain seperti pemelihara atau pemilik ternak hendaknya ahli dalam bidang kesehatan reproduksi.

KESIMPULAN
Fertilisasi adalah peleburan dua gamet yang dapat berupa nukleus atau sel-sel bernukleus untuk membentuk sel tunggal (zigot) atau peleburan nukleus. Biasanya melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nukleus (kariogami).
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan kontaksi miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat sanggama. Ovum yang dikeluarkan oleh ovarium, ditangkap oleh fimbrae dengan umbai pada ujung proksimalnya dan dibawa ke dalam tuba falopii, ketika spermatozoa bertemu ovum terjadilah fertilisasi.
Hanya satu sperma yang memiliki kemampuan untuk membuahi, karena sperma tersebut memiliki konsentrasi DNA yang tinggi di nukleusnya, dan kaputnya lebih mudah menembus karena diduga dapat melepaskan hialuronidase
Faktor-faktor penyebab kegagalan fertilisasi pada hewan ataupun manusia adalah Kelainan Anatomi Saluran Reproduksi, Kelainan Ovulasi, Sel Telur Yang Abnormal, Sperma Yang Abnormal, Kesalahan Pengelolaan Reproduksi, dan lain-lain.



DAFTAR PUSTAKA
http://fertilisasi-ovum.html

http://astro.fertilisasi/blogspot.com.

http:// www.Wikipedia.com

http:// Problematika-Kawin-Berulang-Pada-Sapi.html

http://yahoo.Mengapa-ovum-hanya-bisa-dibuahi-olehsatuselsperma?/bagaimana/ caraterjadinya?.answers.com

http://fertilisasi¬-final.pdf

http://fertilisasi-implantasi.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar